Dear Papa dan Mama di surga,
Gimana kabar kalian disana? Pasti kalian senang ya. Setelah 4 tahun 'berpisah', akhirnya sekarang kalian bertemu lagi. Disana kalian kangen kami gak? Kami disini kangen banget sama kalian. Ingin rasanya kayak dulu lagi. Saat kita masih kumpul, jalan keluar kota atau sekedar keluar makan di sekitaran Jakarta. Bukan masalah tempatnya, tapi suasananya yang sangat-sangat kami rindukan.
Kalau kalian bertanya, gimana kabar kami? Kami akan jawab : kami baik-baik aja kok. Kalian gak usah khawatir. Insya Allah kami bisa jaga diri kami dengan baik. Maafkan kami ya, karena kami masih sering mengecewakan kalian. Kami masih belum menjadi anak soleh, yang seharusnya bisa menjadi penerang bagi kalian disana. Tapi disini kami akan selalu mendoakan kalian. Mendoakan yang terbaik untuk kalian.
Teruntuk mama, 28 tahun aku hidup sama mama, selama itu pula enggak pernah sekalipun mama minta sesuatu dari anak-anakmu. Enggak pernah. Begitupun juga Papa. Tapi menjelang mama meninggalkan kami, mama meminta sama aku. Meminta sambil menangis. Meminta tolong sama aku untuk membawa mama kemana aja. Kemanapun, yang penting mama sembuh dari sakit kanker hati stadium 4 mu yang yang telah menjalar sampai ke tulang. Ma, maafin aku ya. Sampai akhir hayat mama, satu-satunya permintaan mama yang terucap enggak bisa aku turuti. Mama meninggalkan kami dalam keadaan sakit. Bukan sembuh seperti yang mama minta. Sekali lagi aku minta maaf. Jujur ma, sebagai anak aku merasa gagal. Aku merasa bukan anak yang berbakti sama mama. Aku gak bisa mengabulkan permintaan mama. Sampai sekarang aku masih mengutuk diri ini, Ma. Mengutuk dan menyesali kegagalanku sebagai anak. Kegagalan seorang anak yang gak bisa mengabulkan satu-satunya permintaan ibunya semasa hidup.
Untuk Papa, jaga Mama disana ya Pa. Banyak hal yang aku pelajari dari Papa. Kesetiaan, kecintaan pada keluarga, kerja keras, ketaatan, dan lain-lain. Dari seorang pekerja yang sukses, lalu terpuruk karena bisnis bangkrut dihajar krisis moneter 1998, dan bertahan hidup dengan bekerja sebagai karyawan biasa, sampai sempat ingin narik angkot walaupun enggak jadi karena kami larang. Semua itu Papa lakukan demi anak-anaknya bisa makan dan kuliah. Ingat gak waktu libur kuliah dulu aku pernah jadi volunteer di sebuah toko buku besar? Selesai volunteer aku ditawari buat kerja tetap disana, aku lalu bilang mau ganti jadi kelas karyawan di kampus. Ingat gak kata Papa waktu itu apa? 'Anak-anak gak usah pusing pikirin kerja. Tugas orangtua kerja dan cari duit. Tugas anak itu belajar yang bener, lulus tepat waktu dengan nilai yang bagus. Baru setelah itu kerja'. Prinsip papa waktu itu gak mau bebani anak dengan pekerjaan. Masa remaja itu dihabiskan buat belajar dan main. Papa gak mau pikiran anaknya terbagi 2 antara cari nafkah atau cari ilmu. Papa inget juga gak waktu aku dapat gaji pertama sekitar 6 tahun lalu? Waktu itu gaji aku masih ala kadarnya, ditambah bayar cicilan motor dan lain-lain, Papa cuma aku kasih 50 ribu, dan saat itu papa nolak uang pemberian dari aku karena papa mau aku tabung uang daripada buat Papa. Setelah dipaksa, papa mau juga tapi nerimanya dengan mata berkaca-kaca. Padahal itu cuma 50 ribu lho. Gak cukup buat beli apa-apa. Dan yang lebih mengharukan lagi, uang 50 ribu yang setiap bulan aku kasih ternyata gak papa jajanin, melainkan papa simpan uang itu. Pas aku ulang tahun, aku herab papa yang udah gak kerja bisa beliin aku kado yg harganya lumayan. Ternyata papa beliin aku kado dari kumpulin uang yg aku kasih itu. Kalau inget lagi jadi sedih.
Dear Papa dan Mama, sekian suratku untuk kalian. Jangan kuatirkan kami, karena kami disini baik-baik aja. Untuk Mama, gak terasa hari ini tepat 100 hari Mama ninggalin kami semua. Doa kami selalu untuk kalian, semoga kalian selalu ditempatkan di surga-Nya. Aamiin.
Eddi Anwar Hadi bin H. Abdul Rachman Suaib (02 November 1952 - 29 Juni 2012)
Nurlalea binti H. Abdurrahman (07 Agustus 1958 - 13 Oktober 2016)